Friday, October 7, 2011

The Beginning of A Never Ending Journey

Awal dari Semua

Pertemuan pertama kami sebenarnya terjadi secara tidak sengaja, seperti yang telah diceritakan sebelumnya bahwa kami berkenalan via jaringan social facebook yang terjadi tanggal 9 Oktober 2010.

Waktu itu sebenarnya hanya iseng mengomentari status Mbak Emon. Kebetulan saja sedang tidak ada pekerjaan di shelter, daripada bengong ya mending browsing sekaligus fesbukan :D

Tak dinyana dari berbalas komentar di status itu ternyata berlanjut pada add request dari salah satu komentator. Sempat heran juga sama orang ini, kenal juga enggak, baru berbalas komen sekali dua sudah main add aja. Tapi karena waktu itu memang lagi giat-giatnya menambah jaringan pertemanan (terutama perempuan single buat diprospek) jadilah aku approve pertemanan itu :D

Kesan pertama sih anaknya asik, nyambung diajak ngobrol dan rada “gila” juga. Terlihat dari caranya bercanda dan membalas komenku.

Dari situ mulai banyak interaksi kami, walau hanya dalam dunia maya, email dan message facebook.

Jujur saja, saat itu memang aku butuh teman untuk berbagi. Mengingat saat itu aku juga sedang menunggu seseorang dari masa laluku yang bolak balik datang dan pergi.

Akhirnya, masa laluku pergi tak kembali. Sementara aku dan dia sudah semakin akrab berinteraksi. Berawal dari email nekatku yang memberikan alamat account YM dan GTalk serta no telepon, disertai kalimat “banyak teman banyak saudara”. Yang ternyata berbalas positif. Niatnya sih sebenarnya buat “testing the water” belaka, tapi bukan usil lho. Namanya penjajagan, kalau dibalas berarti ada harapan ke jenjang selanjutnya, kalau gak ya sudahlah.

Dari situ kami mulai mengurangi interaksi di wall facebook karena ternyata banyak yang diam-diam ngintip, dan mulai beralih ke komunikasi yang lebih private. Yaitu SMS. Waktu itu sama sekali kami belum bertelepon ria, selain sungkan, juga belum ada yang memulai :D


Harapan Kosong Belaka?

Aku ingat awal akrabnya kami, awal dari curhat kami yaitu saat aku dalam perjalanan ke Kendari dalam tugas lapangan terakhirku di salah satu operator telekomunikasi.

Malam itu –aku ingat tanggalnya, 19 Oktober 2011, 10 hari setelah perkenalan- di hotel pinggir pantai Kendari, hujan deras, dan dalam keadaan lelah setelah perjalanan dari Makassar siangnya, kami bertukar kisah.

Kisahnya dengan seseorang yang ternyata ada kesamaan dengan kisahku dengan masa laluku. Ternyata kami menyimpan perasaan yang sama, yaitu kekecewaan terhadap seseorang yang sudah kami harapkan kedatangannya, namun tak kunjung datang menyambut uluran tangan kami yang telah mulai lelah menunggu.

Dari situ aku mulai merasa cocok. Secara logika, aku menganggap mustahil semua dapat terjadi. Aku masih dinas di Sulawesi entah sampai kapan, juga tak tahu latar belakangnya seperti apa, keluarganya, sifatnya dan segalanya tentang dia. Sebaliknya, dia dimana, tak tahu latar belakangku, keluargaku, maupun sifat-sifatku. Mustahil rasanya bagi kami untuk memulai kisah. Seakan tak ada pintu terbuka. Gelap.

Namun anehnya, di sisi lain juga ada semacam perasaan “dekat” dan perasaan “she is the one” yang makin lama semakin kuat.


Pertama Mendengar Suaranya…

Awal kami akhirnya mendengar suara masing-masing sebenarnya cukup unik juga. Beberapa hari setelah resign dari pekerjaanku di Sulawesi, aku balik ke Jakarta lagi. Malam itu di kamar kos salah satu sahabatku di kawasan Tanah Abang, lagi asik-asiknya nonton tv, dia sms dan mengatakan bahwa kebetulan ada pulsa yang cukup buat nelepon. Kaget juga, dan sejujurnya ada perasaan senang dan berdebar menunggu teleponnya.

Ingin tahu kesan pertamaku mendengar suaranya? Medok Suroboyoan, terkesan cerewet, agak galak dan jauh dari kesan kalem. Ada kuncup yang mekar di hati. Namun segera redup kembali mengingat statusku saat itu adalah pengacara (pengangguran banyak acara).

Singkat kata, aku diterima bekerja di salah satu perusahaan yang masih bergerak di bidang telekomunikasi. Komunikasi dengannya masih terus terjalin, di satu sisi aku mulai percaya diri karena pekerjaan sudah didapat, sesuatu yang selama ini menjadi ganjalan buatku melangkah lebih jauh teratasi. Namun di sisi lain belum cukup berani untuk mengatakan perasaan sejujurnya padanya. Walaupun begitu, proses “testing the water” terus kulakukan. Maksudnya tak lain untuk mengetahui apakah dia juga punya perasaan yang sama terhadapku.

Memulai Babak Baru

Akhirnya, suatu malam kuberanikan diri untuk mengungkapkan perasaanku kepadanya lewat telepon, berdebar juga sih rasanya. Bayangkan saja, belum pernah bertemu muka tetapi sudah berani mengungkapkan suka dengan seseorang yang hanya dikenal secara maya, lewat telepon lagi! Dari pembicaraan malam itu, untuk untuk membuktikan bahwa aku memang serius, sebulan kemudian aku langsung berangkat ke Surabaya, dengan meminta restu orang tua tentu saja.

Reaksi dari orang tua tentu saja kaget, karena mereka masih ingat kejadian sebelumnya dengan seseorang yang juga aku kenal via internet, yang akhirnya memang tidak terlalu bagus.

Kejadian selanjutnya memang tak terduga dan penuh kejutan. Dan sepertinya semua dimudahkan oleh Allah. Mulai dari sambutan orang tuanya yang lebih dari hangat, ibuku yang awalnya keberatan putranya menikah dalam waktu dekat justru setelah bertemu dia dan keluarganya malah ingin agar segera dipercepat pernikahannya.

Belum lagi dalam proses persiapan pernikahan yang terbilang singkat, dari akhir Juli hingga waktu pernikahan di akhir September yang hanya 2 bulan saja terbilang lancar, padahal kami tinggal berjauhan.

Mitsaqan Ghaliza (Perjanjian yang Kuat)

Akhirnya hari yang ditunggu itupun datang, tepat setahun kurang 2 minggu sejak perkenalan pertama, kami mengikat sebuah perjanjian yang kuat di hadapan Allah. Mengemban amanah yang sebelumnya menjadi tanggung jawab orang tua ke pundak saya. Mulai hari itu, 25 September 2011, resmilah kami menjadi sepasang suami istri.

Marriage is a never ending journey. Masih panjang jalan yang harus kami tempuh, masih banyak badai dan kerikil tajam menunggu di depan sana. Masih terlalu dini untuk menyebut ini sebagai happy ending, justru inilah awal perjalanan hidup baru kami.

Mohon doa restu anda sekalian, semoga Allah membalas doa orang-orang yang mendoakan kebaikan untuk saudaranya. 

Maaf jika terlalu panjang. Terimakasih telah berkenan membaca :)

7 comments:

  1. ceritanya hampir sama sama saya mas, saya kenal suami saya juga didunia maya, berarti kita senasib yah. tapi saya yang pasiiif loh, ngak pernah tlp cowok duluan.ehh maap2,.... just kidding :),
    masalahnya suami suka banget sm saya lantaran disaat saya yg tdnya ngak berjilbab, akhirnya saya berjilbab ( niat dari hati kecil sendiri dan tidak pernah dipaksa), mungkin dari situ kalau suami nikahin saya. lucu juga yah. pokoknya selamat, selamat dan selamat buat mas ilham dan mb april yah, semoga rumah tangganya langgeng

    ReplyDelete
  2. Aamiin aamiin aamiin, terimakasih doanya Mbak, semoga yang mendoakan juga dilimpahkan karunia yang serupa :)

    Jadi mirip ya Mbak? Ada teman senasib ternyata hehehe

    Sebenarnya April juga lebih banyak pasif, dia nelpon duluan kalo gak salah buat membuktikan aja klo saya manusia beneran. Selain iseng tentu saja karena lagi kebanyakan pulsa.
    Jodoh memang gak bisa ditebak :D

    Alasan saya menyukai dan menikahi dia salah satunya karena komitmennya terhadap apa yang dia percayai terlihat jelas. Gak gampang digoyang (insyaAllah). Berbeda dengan saya yang cenderung lebih mudah kompromi :D
    Jadi diharapkan ada yang mengingatkan dan menguatkan saya jika sewaktu-waktu diperlukan ketegasan lebih.

    ReplyDelete
  3. siiiip deh, btw mb april pernah kasih tau ngak mas siapa saya :)

    ReplyDelete
  4. hahaha
    nelponnya waktu itu pas sms-an udah ngantuk dan aku kalau gak salah cuma bilang "Ilham cerewet, aku ngantuk, mau tidur"
    dia jawab: "ya udah tidur aja."

    klik sekian dadaaaaaah hehe

    ReplyDelete
  5. "Barakallahulaka wabaraka 'alaik wa jama'a bainakuma fiel khair."
    Hihi..terlambat. soale baru mampir...
    Selamat ya mas Ilham :)

    ReplyDelete

Silahkan tinggalkan komentar anda ya