Sunday, February 7, 2016

Pengalaman dengan Indihome dan Mengapa Masih Setia?

Bisa dibilang saya dan istri termasuk orang yang tidak bisa lepas dari internet. Saya sendiri punya blog pribadi di blog ini dan satu blog niche lain di www.packetnotes.com, belum lagi saya enroll online training yang menuntut punya internet berkecepatan tinggi. Sementara istri punya blog di www.aprilliaekasari.com dan www.keluargahamsa.com. Ditambah lagi kami punya sampingan sebagai online seller, internet hukumnya wajib punya.

Sewaktu masih tinggal di Pasar Minggu, kami mengandalkan Bolt, sebulan rata-rata habis Rp 200 ribu untuk browsing dan penggunaan rumahan lainnya. Untuk streaming, biasanya saya numpang download di kantor after office hour atau malam hari karena belinya paket Super Bonus yang 13GB.
 
Setelah pindah ke Depok, sempat bingung mau pakai apa buat internetan. Bolt gak terlalu bagus sinyalnya, ditambah belum ada layanan fix broadband yang masuk area komplek. Sudah pernah mencoba datang ke Plasa Telkom dekat rumah sekitar bulan Agustus 2014, tapi ternyata setelah disurvey masih belum masuk jaringan, lalu minta tolong ke adik kelas yang bekerja di kompetitornya, setelah disurvey kurang 1 tiang lagi. Akhirnya terpaksa pakai Bolt lagi, dengan pengeluaran sekitar Rp 300 hingga 400 ribu perbulan.

September 2015, iseng nanya ke 147, minta survey ke rumah. Pasalnya saya lihat ada tiang telepon baru dipasang di depan komplek. Ternyata mujur, setelah disurvey area komplek saya masuk cakupan Indihome Fiber, teknisinya menawarkan jika mau dipasang saat itu juga bisa langsung, akhirnya kesampaian juga punya koneksi internet broadband. Kami pasang paket Indihome dengan kecepatan 10 Mbps, tapi kalau lagi jam-jam sepi bisa tembus 18 Mbps buat download.

Pengalaman saya sebagai pengguna Indihome boleh dibilang cukup baik, dari September sampai Januari 2016 dapat gratis channel movie, kids dan entertainment, internet juga lancar jaya minim gangguan. Cuma awal-awal saja yang sempat telat bayar jadi kena isolir hehe. Begitu dibayar, gak berapa lama sudah bisa dipakai lagi layanannya.

Saat awal dipasang memang sempat kalap dengan status unlimited ini, sempat bertanya-tanya juga apakah benar-benar unlimited atau ada FUP seperti di selular. Saya coba tanya ke teman yang bekerja di Telkom katanya benar-benar unlimited tanpa FUP. Bukan orang Indonesia namanya kalau tidak aji mumpung, saya terpaksa lalu beli harddisk eksternal baru lagi buat menampung hasil jarahan unduhan video tutorial dan film-film dari internet. Khusus film, jika sudah selesai ditonton akan saya hapus, namun video tutorial, akan tetap disimpan di harddisk supaya bisa ditonton lagi saat diperlukan.

Tanggal 1 Februari 2016 lalu sepulang dari rumah sakit dan menghidupkan televisi, keluar notifikasi bahwa Indihome saya diisolir, jelas saya kaget dan menduga ini ada kesalahan dari Telkom karena seingat saya sudah saya bayar penggunaan untuk Januari 2016. Tapi setelah saya cek ke histori transaksi pembayaran, ternyata pembayaran saya via internet banking gagal, pantas saja diisolir. Setelah saya lunasi dan direstart modemnya, layanan Indihome bisa digunakan kembali.

Masalahnya setelah restart koq banyak channel-channel yang awalnya bisa ditonton malah diblokir karena belum berlangganan (error 2003)? Channel seperti Disney, Disney Jr, Movie, dan Diva diblokir.
Untuk movie memang diberi tahu oleh installernya kalau itu masuk promosi jadi sewaktu-waktu bisa dihentikan, namun untuk Kids dan Entertainment seperti Diva, itu kan masuk basic? Koq tidak ada pemberitahuan sebelumnya dari provider?

Setelah saya konfirmasi ke teman-teman yang bekerja di provider tersebut, barulah saya tahu kalau skema paket per 1 Februari 2016 berubah, dari 69 channel ke 35 channel (cmiiw), dan paket movie, kids dan entertainment bisa dibuka dengan berlangganan paket a la carte. Ok saya bisa terima itu, paling cuma nambah paket sesuai keinginan lalu masalah selesai. Belum sempat menghela nafas, saya dikagetkan oleh link di sebuah situs berita online, bahwa Telkom telah memberlakukan FUP di Indihome per 1 Februari 2016. Awalnya saya kira setelah lewat FUP maka tidak bisa internet sama sekali namun hanya dikurangi kecepatannya. Untuk pelanggan dengan kecepatan 10 Mbps dikenakan FUP 300 GB/bulan, diatas itu hingga 400 GB kecepatan berkurang menjadi 75%, dan diatas 400 GB kecepatan menjadi 40%.

Sempat kaget dan kesal, koq tiba-tiba ada FUP segala? Namun untuk penggunaan saat ini saya rasa FUP sebesar itu masih longgar. Belum tahu kalau nanti saya butuh kuota lebih besar lagi. Jika budget mendukung mungkin akan request menaikkan paketnya ke yang lebih tinggi agar kuota FUP (dan tentunya juga speed) juga terdongkrak.

Untuk pindah ke provider lain juga setidaknya saat ini, sepertinya belum terpikirkan. Selain ribet, belum tentu area kami sekarang masuk area layanan kompetitor. Belum lagi pengurusan cabut dan pasang baru. Kemudian jika ada komplain mau jalur cepat kemana? Ini agak subjektif memang, karena banyak teman sesama alumni SMK yang bekerja di provider tersebut, seringnya group WA dan Telegram alumni berubah jadi customer service dadakan jika CS di 147 dianggap terlalu lelet. Mereka inilah ujung tombak dari provider tersebut, yang rela bekerja berkalang tanah, nyebur ke manhole demi kepuasan dan kenyamanan pelanggan. 
Pada awalnya saya memang berlangganan Indihome karena tidak ada pilihan lain saat itu, namun kalau saya pindah ke provider lain, bisakah saya dapat "privilege" support seperti saat ini?

Setidaknya begitulah pengalaman saya berlangganan Indihome, saya pribadi berharap Telkom bisa lebih baik lagi dalam melayani pelanggan setianya, terutama di lini sales marketing dan after salesnya.


Belajar Online di Udemy.com

Sebagai orang yang bekerja di bidang IT, wajib hukumnya untuk selalu update skill dan wawasan. Update skill bisa dengan mengikuti training di kelas atau bisa juga secara online. Baik di kelas maupun online ada versi gratis maupun berbayarnya. 
Jika anda bekerja di partner, biasanya ada program partner enablement dari principal yang bisa dimanfaatkan untuk update skill di satu produk tertentu dari principal tersebut dan ini biasanya gratis, tinggal register dan tunggu approval.
Khusus untuk online training, salah satu platform yang saya gunakan adalah udemy.com.
Menurut wikipedia, Udemy adalah sebuah marketplace untuk pembelajaran online, di Udemy kita bisa mencari berbagai macam tutorial online baik berbayar maupun gratis dari para expert dari berbagai bidang, mulai dari IT, fotografi sampai online marketing. Kualitas trainingnya juga banyak yang bagus dan aplikatif. Jadi bukan hanya untuk mengejar sertifikasi, tapi juga bisa digunakan untuk membantu pekerjaan sehari-hari. 
Udemy bisa diakses dari laptop ataupun gadget dengan cara menginstal aplikasinya. Hanya saja untuk gadget, saya belum sempat mencoba menginstal dan menggunakannnya.
Saya sendiri mengenal Udemy saat mencari materi untuk belajar IS-IS (bukan ISIS yang itu ya, tapi Intermediate System to Intermediate System, yaitu routing protocol yang biasa digunakan di Service Provider), kebetulan lagi ada promo gratis. Kemudian versi berbayar saya enroll untuk course IPS Sourcefire, harga aslinya USD 39, dengan redeem kupon dari certcollection, saya bisa dapat dengan harga USD 10 saja.
Sampai saat ini ada 4 course yang saya enroll, 3 diantaranya gratis. Sayangnya belum satupun yang complete, jadi saya belum mendapat certificate of completion.
Training Udemy yang saya ikuti

Untuk bisa mengikuti online course di Udemy anda tentu harus mendaftar dulu, baru bisa memilih course baik berbayar atau gratis. Salah satu kelebihan dari Udemy adalah sekali mendaftar untuk satu course, enrollment di course ini akan berlangsung seumur hidup kecuali anda menghapus account secara permanen atau course ini dihapus oleh instrukturnya.

Semoga artikel ini bisa membantu, selamat belajar.

Thursday, February 4, 2016

Buku Telco dan Networking

Ini sebagian koleksi buku telekomunikasi dan networking yang saya punya. Sebagian sudah saya miliki sejak kuliah, sebagian lagi saya dapatkan saat mengikuti kursus di lembaga training networking.
Dulu waktu kuliah di Akatel Purwokerto (sekarang sudah berganti nama menjadi STT Telematika Telkom Purwokerto), mendapatkan buku/ebook tentang teknologi 3G dan WCDMA itu susahnya minta ampun, bahasa Inggris aja susah apalagi bahasa Indonesia? Padahal lagi menyiapkan tugas akhir yang temanya tentang perbandingan antara teknologi 3G dari 3GPP (WCDMA) dan teknologi 3G dari 3GPP2 (CDMA2000).

Karena materi CDMA2000 lebih banyak, saya ambil tugas akhir simulasi cell breathing pada CDMA 2000 1x RTT dengan bahasa pemrograman Delphi 7. Bandingkan dengan sekarang, ketika saya kuliah dulu, jurusan Teknik Telkom itu jarang yang punya, sekarang sudah banyak institusi yang mengadakan prodi Tektel. Materi juga makin banyak tersedia di internet, baik bahasa Inggris atau bahasa Indonesia. Komunitas pekerja telekomunikasi baik online maupun offline juga sudah mulai banyak. Ditambah lagi sekarang ada penyedia jasa training skill ilmu telekomunikasi yang walaupun tetap mahal tarifnya, tapi paling tidak buat newbie sudah ada tambahan pilihan sarana menimba ilmu yang aplikatif selain di kampus, padahal dulu buat ngintip ilmunya saja harus kerja dulu di vendor yang masuknya saja gak semua orang beruntung bisa gabung :)

Soal sertifikasi juga, dulu gak kepikiran tuh mau ambil CCNA, belajar Linux, Java atau TOEIC. TOEFL aja ikut yang ecek-ecek di kampus, CCNA itu kayaknya sudah dewa banget, gak tau kalau itu baru dasar aja, masih ada tangga CCNP dan CCIE yang tracknya aja sekarang udah 6 aliran hehe... Sekarang di kampus, sudah disediakan sarana buat ambil sertifikasi, diwajibkan lagi. Kurang enak apa coba sekarang? Kadang minder kalau lihat di wall group kampus, terlihat sekali gap ilmu yang didapatkan waktu kami kuliah dulu dengan yang mahasiswa sekarang didapatkan saat kuliah. Ilmunya terlihat lebih aplikatif, lebih luas wawasannya, pilihan judul TA pun lebih beragam dan di luar bayangan saya saat kuliah dulu :D Mungkin ada beberapa bedanya antara jaman saya kuliah dan jaman sekarang ya, kira-kira ini:
  1. Dulu, yang punya laptop di kampus itu baru beberapa orang, harganya juga sama kaya harga motor bebek baru. Rata-rata masih mengandalkan PC desktop pribadi atau pinjaman maupun rental. Sekarang harga laptop sudah lebih murah dari PC, bisa kredit lagi.
  2. Dulu, mau nyari bahan mesti ke warnet yang jaraknya sekitar 5 km di deket Unsoed, kadang datang ke sana sore, baru pulang besok paginya ambil paket 5 jam, jalan kaki lagi sekalian jalan-jalan pagi (aslinya sih karena angkot di Pwt Cuma sampai jam 5 sore dan taksi juga belum banyak). Sekarang fasilitas sudah banyak, di kampus ada perpus yang cukup lengkap, ada wifi gratisan, di rumah bisa pakai modem, handphone juga makin canggih bisa tethering segala, belum lagi paket dari operator yang makin murah dan variatif.
  3. Dulu, mau belajar Delphi aja susahnyaaaaa... Mesti lobby guru programming SMK Telkom supaya bisa diajarin dasar Delphi, bukunya mesti beli ke Palasari Bandung. Sekarang di kampus sudah banyak fasilitasnya baik dari dosen maupun lab, tinggal kemauan mahasiswanya saja.
  4. Lalu soal alumni. Mungkin karena baru lulusan awal, jadi networkingnya masih belum luas. Jadi waktu itu kami yang lulusan SMK Telkom memanfaatkan jaringan alumni SMK Telkom buat nyari info kerjaan. Dulu CDC belum seperti sekarang, belum ada MoU dengan industri untuk menampung alumninya. 
Mungkin sementara itu dulu sharingnya ya :)